Brunei
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Negara
Brunei Darussalam
بروني
دارالسلام
|
||
-
|
||
-
|
||
-
|
Abad ke 14
|
|
-
|
1 Januari 1984
|
|
-
|
Total
|
|
-
|
8.6
|
|
-
|
Perkiraan Juli 2008
|
|
-
|
||
Perkiraan 2007
|
||
-
|
Total
|
|
-
|
||
IPM (2008)
|
||
kiri
|
||
+6731
|
||
1
|
juga 080 dari Malaysia
Timur
|
Nama Borneo diberikan oleh
orang-orang Inggris berdasarkan nama wilayah ini karena pada masa lalu orang
Eropa berdagang melalui bandar di Brunei sebagai bandar perniagaan terbesar di
pulau ini.
Asal-usul
Brunei
Silsilah kerajaan Brunei didapatkan
pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang
dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam
(1368) sampai kepada Sultan Muhammad
Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807).
Brunei adalah sebuah negara tua di
antara kerajaan-kerajaan di tanah
Melayu.
Keberadaan Brunei Tua ini diperoleh berdasarkan kepada catatan Arab, Cina dan tradisi lisan. Dalam catatan
Sejarah Cina dikenal dengan nama Po-li, Po-lo,
Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab dikenali dengan Dzabaj atau Randj.
Catatan tradisi lisan diperoleh dari
Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru
nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh
Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru.
Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis
yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan
kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun
mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik,
berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka
inginkan. Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi
Brunei.
Replika stupa yang dapat ditemukan
di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha pada suatu masa dahulu pernah
dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir
agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan
stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk
mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung Chih
Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad
Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan
mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir,
pedagang dan mubaligh-mubaliqh Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan
mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan Brunei.
Islam mulai berkembang dengan pesat
di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 pada
tahun 1425 M. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan /
pancir dari Cucu Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam yaitu Amirul Mukminin
Hasan / Syaidina Hasan sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah /
prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei.
Keturunan Sultan Syarif Ali ini kemudian juga berkembang menurunkan
Sultan-Sultan disekitar wilayah Kesultanan Brunei yaitu menurunkan
Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan Sulu.
Sejarah
Brunei
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Brunei
Para peneliti sejarah telah
mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunei
kini, yang disebut orang Tiongkok sebagai Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan
orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai
Brunei awal abad ke-7 atau ke-8.
Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak
yang berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan
dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra
pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan Filipina.
Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal) Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa.
Nama Brunai tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit
tidaklah lama karena setelah Hayam Wuruk wafat Brunai membebaskan diri dan kembali sebagai sebuah
negeri yang merdeka dan pusat perdagangan penting.
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka
di bawah pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih
perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah
Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke tangan Portugis
pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan
Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya
dari abad ke-15 hinga abad ke-17 sewaktu memperluas
kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya.
Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang terkenal disebabkan
pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika menaklukkan Manila.
kesultanan Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon
dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), yang membangun susunan aturan
adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan
timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina
Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang
saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Persengketaan
dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan
tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa
antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah
Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta
memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana
serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak.
Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan kemudian "Rajah"
Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum
meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada
James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris
melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei
kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri sendiri tahun
1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan
Borneo Utara Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada
tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di
bawah perlindungan kerajaan Britania dengan mengekalkan kedaulatan dalam
negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906,
Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan
eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Britania, yang menasihati baginda
Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat
setempat dan agama.
Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan
baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar negeri, keamanan
dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan
untuk membentuk sebuah badan perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan karena terjadi
pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai
Rakyat Brunei
dan dengan bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir
1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak rencana (walaupun pada
awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah, Sarawak,
dan Tanah
Melayu untuk
membentuk Malaysia
dan akhirnya Sultan Brunei ketika itu berkehendak untuk membentuk sebuah negara
yang merdeka.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin III telah turun dari takhta dan
melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi
Menteri Pertahanan setelah Brunei mencapai kemmerdekaan penuh dan disandangkan
gelar Paduka Seri Begawan Sultan. Pada tahun 1970,
pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda.
Baginda mangkat pada tahun 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya telah
menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil
mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Saat ini Brunei memiliki wilayah
yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari
sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan
Laut Cina Selatan.
Politik
Kerajaan Brunei Darussalam adalah
negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan
dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa
yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda
dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri,
walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat
kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri.
Brunei tidak memiliki dewan
legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan
Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak
mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak
Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik
di Asia.
Pertahanan Keamanan Brunei
mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha
yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil
bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori,
Brunei berada di bawah pemerintahan
militer sejak
pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an.
Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura.
Brunei memiliki dengan hubungan luar
negeri terutama dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut
serta sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat
konflik Kepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja,
Laos
dan Myanmar), RRC dan Republik Cina. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut dengan Malaysia
terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas bumi.
Brunei menuntut wilayah di Sarawak,
seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak
di antara Brunei dan Labuan, termasuk Pulau
Kuraman, telah
dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui
sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.
Raja-raja
Brunei
Raja-raja Brunai Darusalam yang
memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:
- Sultan Muhammad Shah (1383 - 1402)
- Sultan Ahmad (1408 - 1425)
- sultan Syarif Ali (1425 - 1432)
- Sultan Sulaiman (1432 - 1485)
- Sultan Bolkiah (1485 - 1524)
- Sultan Abdul Kahar (1524 - 1530)
- Sultan Saiful Rizal (1533 - 1581)
- Sultan Shah Brunei (1581 - 1582)
- Sultan Muhammad Hasan (1582 - 1598)
- Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598 - 1659)
- Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1669 - 1660)
- Sultan Haji Muhammad Ali (1660 - 1661)
- Sultan Abdul Hakkul Mubin (1661 - 1673)
- Sultan Muhyiddin (1673 - 1690)
- Sultan Nasruddin (1690 - 1710)
- Sultan Husin Kamaluddin (1710 - 1730) (1737 - 1740)
- Sultan Muhammad Alauddin (1730 - 1737)
- Sultan Omar Ali Saifuddien I (1740-1795)
- Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
- Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
- Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1826)
- Sultan Muhammad Alam (1826-1828)
- Sultan Omar Ali Saifuddin II (1828-1852)
- Sultan Abdul Momin (1852-1885)
- Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
- Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
- Sultan Ahmad Tajuddin (1924-1950)
- Sultan Omar 'Ali Saifuddien III (1950-1967)
- Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah (1967-kini)
Pembagian
administratif
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Negara
Bagian Brunei
Geografi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Geografi
Brunei
Brunei terdiri dari dua bagian yang
tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih
besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk
Brunei 383.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 46.000 orang tinggal di
ibukota Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota
pelabuhan Muara, serta kota Seria
yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah
besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di
sini.
Iklim Brunei ialah tropis
khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari
serta hujan lebat sepanjang tahun.
Ekonomi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ekonomi Brunei
Ekonomi
kecil yang kaya ini adalah suatu campuran keusahawanan dalam negeri dan asing,
pengawalan kerajaan, kebajikan, serta tradisi kampung. Pengeluran minyak mentah dan gas alam
terdiri dari hampir setengah PDB. Pendapatan yang cukup besar
pekerjaan luar negeri menambah pendapatan daripada pengeluaran dalam negeri.
Kerajaan membekali semua layanan pengobatan dan memberikan subsidi beras dan perumahan. Pemimpin-pemimpin
Brunei merasa bimbang bahawa keterpaduan dengan ekonomi dunia yang semakin
bertambah akan menjejaskan perpaduan
sosial dalam,
walaupun Brunei telah memainkan peranan yang lebih kentara dengan menjadi ketua
forum APEC pada tahun 2000.
Rancangan-rancangan yang dinyatakan untuk masa hadapan termasuk peningkatan
kemahiran tenaga buruh, pengurangan pengangguran, pengukuhan sektor-sektor perbankan dan pariwisata, serta secara umum, peluasan lagi asas ekonominya. Sistem Penerbangan Brunei Diraja, sistem penerbangan negara, sedang
mencoba menjadikan Brunei sebagai pusat perjalanan internasional antara Eropa
dan Australia/Selandia Baru. Ia juga mempunyai layanan ke tujuan-tujuan Asia
yang utama.
Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu
pada sektor minyak bumi dan gas dengan pendapatan nasional yang termasuk tinggi
di dunia satuan mata uangnya adalah Brunei
Dolar yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura.
Selain bertumpu pada sektor minyak
bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasi sumber-sumber
ekonomi dalam bidang perdagangan. Namun dalam waktu dekat usaha tersebut
mengalami kebuntuan karena masalah internal kerajaan yang menurut sumber sumber
media internasional dihabiskan untuk kepentingan pemborosan istana ketika
dipegang oleh Pangeran
Jeffry. Keadaan
tersebut dapat menimbulkan masalah bagi perekonomian Brunei di masa yang akan
datang.
Demografi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Demografi
Brunei
Kira-kira dua pertiga jumlah
penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang
paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Tionghoa (Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya.
Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa. Bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah
komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania
dan Australia.
Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei
merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa),
agama Kristen, serta agama-agama orang
asli (dalam
komunitas-komunitas yang amat kecil).
Budaya
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Budaya
Brunei
Budaya Brunei seakan sama dengan
budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu
dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif
dibandingkan Malaysia.
Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim
dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk
negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua pub dan
kelab malam dipaksa tutup.
Lihat
pula
- Komunikasi di Brunei
- Pariwisata di Brunei
- Militer Brunei
- Transportasi di Brunei
- Hubungan luar negeri Brunei
- Angkatan Laut Kerajaan Brunei
- Polis Diraja Brunei
- Dolar Brunei
- Akhbar Brunei
- Bahasa Melayu Brunei
- (en) Situs resmi
- (ms) Pusat Sejarah Brunei Darussalam
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar