Selasa, 20 Maret 2012

Sejarah Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia mempunyai sejarah jauh lebih panjang daripada Republik ini sendiri. Bahasa Indonesia telah dinyatakan sebagai bahasa nasional sejak tahun 1928, jauh sebelum Indonesia merdeka. Saat itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai perekat bangsa. Saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antaretnis (lingua franca) yang mampu merekatkan suku-suku di Indonesia. Dalam perdagangan dan penyebaran agama pun bahasa Indonesia mempunyai posisi yang penting.
Deklarasi Sumpah Pemuda membuat semangat menggunakan bahasa Indonesia semakin menggelora. Bahasa Indonesia dianjurkan untuk dipakai sebagai bahasa dalam pergaulan, juga bahasa sastra dan media cetak. Semangat nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat karena semua orang ingin menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa.
Pada tahun 1930-an muncul polemik apakah bisa bahasa Indonesia yang hanya dipakai sebagai bahasa pergaulan dapat menjadi bahasa di berbagai bidang ilmu. Akhirnya pada tahun 1938 berlangsung Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo. Dalam pertemuan tersebut, semangat anti Belanda sangat kental sehingga melahirkan berbagai istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia. Istilah belah ketupat, jajaran genjang, merupakan istilah dalam bidang geometri yang lahir dari pertemuan tersebut.
Ketika penjajah Jepang mulai masuk ke Indonesia, mereka semakin mendorong penggunaan bahasa Indonesia. Pada tahun 1953, Poerwodarminta mengeluarkan Kamus Bahasa Indonesia yang pertama. Di situ tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun hanya terdapat 1.000 penambahan kata baru. Tetapi pada tahun 1988, terjadi loncatan yang luar bisa. Dari 24.000 kata, telah berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah di berbagai bidang ilmu. Malahan sampai hari ini, Pusat Bahasa berhasil menambah 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.
Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tanggal bersejarah bagi bahasa Indonesia yang saat itu diresmikan menjadi bahasa negara dan menjadi bahasa persatuan dari sekian ratus bahasa daerah.
Namun seperti apakah yang dinamakan bahasa Indonesia itu? Orang mengenalnya sebagai bahasa Melayu yang dimodifikasi, lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing, kemudian dibakukan.Dari manakah asal-usul bahasa Melayu itu? Apakah bahasa itu hanya dituturkan oleh etnis Melayu sejak berabad-abad lalu? Padahal etnis Melayu sendiri hanya sebagian kecil saja dari ratusan etnis di nusantara?
Arkeolog Harry Truman Simanjuntak mengatakan, bahasa Melayu dan ratusan bahasa daerah lainnya di nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia yang mulai muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu.
Penyebaran penutur bahasa Austronesia, ujar Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) itu, merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia karena sebagai suatu rumpun bahasa, Austronesia merupakan yang terbesar di dunia, meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh hampir 300 juta populasi.
Masyarakat penuturnya tersebar luas di wilayah sepanjang 15 ribu km meliputi lebih dari separuh bola bumi, yaitu dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di ujung timur, dari Taiwan-Mikronesia di utara hingga Selandia Baru di selatan.
“Out of Taiwan”
Mengenai asal-usul penutur Austronesia, Harry mengatakan, ada beberapa hipotesa. Yang paling umum adalah hipotesa bahwa asal leluhur penutur Austronesia adalah Formosa (Taiwan) atau model “Out of Taiwan”.
Arkeolog lainnya Daud A Tanudirjo menyebutkan, Robert Blust adalah pakar linguistik yang paling lantang menyuarakan pendapat bahwa asal-ususl penutur Austronesia adalah Taiwan.
Sejak 1970-an Blust telah mencoba merekonstruksi silsilah dan pengelompokan bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia misalnya kosakata protobahasa Austronesia
yang berkaitan dengan flora dan fauna serta gejala alam lain, kata Daud.
“Ia juga menawarkan rekonstruksi pohon kekerabatan rumpun bahasa Austronesia dan perkiraan waktu pencabangannya mulai dari Proto-Austronesia hingga Proto-Oseania,” katanya.
Para leluhur ini, diungkapkan Daud, awalnya berasal dari Cina Selatan yang bermigrasi ke Taiwan pada 5.000-4.000 SM, namun akar bahasa Austronesia baru muncul beberapa abad kemudian di Taiwan.
Kosakata yang dapat direkonstruksi dari bahasa awal Austronesia yang dapat dilacak antara lain : rumah tinggal, busur, memanah, tali, jarum, tenun, mabuk, berburu, kano, babi, anjing, beras, batu giling, kebun, tebu, gabah, nasi, menampi, jerami,
hingga mengasap.
Para petani purba di Taiwan ini berkembang cepat dan lalu terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi berbeda-beda dengan setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi sebagai bahasa formosa.
Bermigrasi
Migrasi leluhur dari Taiwan ke Filipina mulai terjadi pada 4.500-3.000 SM. Leluhur ini adalah salah satu dari kelompok yang memisahkan diri. Mereka bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan Filipina bagian utara yang kemudian memunculkan cabang bahasa baru yakni Proto-Malayo-Polinesia (PMP).
Tahap berikutnya, ujar Daud, terjadi pada 3.500-2.000 SM di mana masyarakat penutur bahasa PMP yang awalnya tinggal di Filipina Utara mulai bermigrasi ke selatan melalui Filipina Selatan menuju Kalimantan dan Sulawesi serta ke arah tenggara menuju Maluku Utara.
Proses migrasi ini membuat bahasa PMP bercabang menjadi bahasa Proto Malayo Polinesia Barat (PWMP) di kepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo Polinesia Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara.
“Rupanya ketika bermigrasi ke arah tenggara penanaman padi mulai ditinggalkan karena tidak sesuai dengan lingkungannya. Mereka mulai memanfaatkan tanaman keladi dan umbi-umbian lain serta buah-buahan,” katanya.
Namun pada 3.000-2.000 SM leluhur yang ada di Maluku Utara bermigrasi ke selatan dan timur. Hanya dalam waktu singkat migrasi dari Maluku Utara mencapai Nusa Tenggara sekitar 2.000 SM yang kemudian memunculkan bahasa Proto Malayo Polinesia Tengah
(PCMP).
Demikian pula migrasi ke timur yang mencapai pantai utara Papua Barat dan melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo-Polinesia Timur (PEMP).
Migrasi dari Papua Utara ke barat terjadi pada 2.500 SM dan ke timur pada 2.000-1.500 SM, di mana penutur PEMP di wilayah pantai barat Papua Barat melakukan migrasi arus balik menuju Halmahera Selatan, Kepulauan Raja Ampat, dan pantai barat Papua Barat
yang kemudian muncul bahasa yang dikelompokkan sebagai Halmahera Selatan-Papua Nugini Barat (SHWNG).
Setelah itu kelompok lain dari penutur PEMP bermigrasi ke Oseania dan mencapai kepulauan Bismarck di Melanesia sekitar 1.500 SM dan memunculkan bahasa Proto Oseania.
“Sedangkan di Kepulauan Indonesia di bagian barat, setelah sempat menghuni Kalimantan dan Sulawesi, pada 3.000-2.000 SM, para penutur PWMP bergerak ke selatan, bermigrasi ke Jawa dan Sumatera,” katanya.
Penutur PWMP yang asalnya dari Kalimantan dan Sulawesi itu lalu bermigrasi lagi ke utara antara lain ke Vietnam pada 500 SM dan Semenanjung Malaka, ujarnya.
Menjelang awal tahun Masehi, penutur bahasa WMP juga menyebar lagi ke Kalimantan sampai ke Madagaskar, tambah Daud.
Bentuk rumpun bahasa Austronesia ini lebih menyerupai garu daripada bentuk pohon. Karena semua proto-bahasa dalam kelompok ini, dari Proto Malayo Polynesia hingga Proto Oseania menunjukkan kesamaan kognat yang tinggi, yaitu lebih dari 84 persen dari 200 pasangan kata, katanya.
Dengan demikian, kata Harry Truman, hampir seluruh kawasan nusantara bahkan sampai ke kawasan negeri-negeri tetangga dan masyarakat kepulauan Pasifik dan Madagaskar menuturkan bahasa yang asal-muasalnya merupakan bahasa Austronesia.
“Kecuali masyarakat yang ada di pedalaman Papua dan pedalaman pulau Timor yang bahasanya lebih mirip dengan bahasa pedalaman Australia,” katanya.
Bahasa Indonesia sekarang ini, kata Harry lagi, sudah sangat kompleks karena penuturnya tidak hanya hidup dengan sukunya masing-masing dan beradaptasi dengan rumpun bahasa dunia lainnya seperti dari India, Arab, Portugis, Belanda dan Inggris.



Berbicara tentang sejarah tentu yang pertama terpikir adalah asal-usul atau asal mula sesuatu. Jika berkaitan dengan bahasa yang terpeikir adalah dari mana asal dan bagaimana perkembangan bahasa itu sesungguhnya. Untuk bahasa Indonesia, para ahli berpendapat bahwa bahasa Indonesia diambil dari bahasa melayu. Artinya bahasa melayu merupakan bahasa nyang menjadi dasar bahasa Indonesia sekarang ini. bahasa Indonesia sekarang ini telah megalami perubahan yang cukup signifikan jika diperbandingkan dengan bahasa melayu pada masa itu. Hal ini karena memang adanya perkembangan bahasa setelah pemakaian dalam jangka waktu lama.

Istilah Melayu sendiri memiliki beberpa versi dalam sejarah. Menurut beberapa ahli Melayu didefinisikan sebagai berikut:
1. Nama melayu mungkin berasal dari kata Melayu Na Idu, yaitu nama sebuah kerajaan di Semenanjung (Vogel)
2. Kata melayu diambil dari ucapan Wong Melayu (bahasa jawa = orang berlari) yaitu kata bahasa Jawa yang diucapkan oleh bala tentara jawa ketika menyerang Sriwijaya takala melihat orang Sriwijaya habis berlarian (Van der Tuuk).
3. Kern berpendapat nama melayu mungkin berasal dari malay pura, yaitu suatu daerah di semenanjung Malaka yang bermakna kota di atas angin.
4. Krom berpendapat bahwa nama melayu (Mo-lo-yeu) adalah nama sebuah kerajaan pada abad ke-7 yang lokasinya di Jambi sekarang, dll.

Beradasarkan beberapa pendapat di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa bahasa Indonesia yang dulunya bahasa melayu merupakan bahasa nyang berasal dari daerah di wilayah Indonesia sendiri yaitu di wilayah pulau Sumatra yang sudah digunakan sejak berabad-abad dulu.
Bahasa melayu sebagai bahasa asal bahasa Indonesia sendiri sesungguhnya mungkin juga merupakan hasil perkembangan dari bahasa lain atau bahasa yang mendapat pengaruh dari bahasa lain. Hal itu terlihat dari beberapa tulisan dalam prasasti seperti (1) prasasti Kedukan Bukit (Palembang tahun 605 caka/683 M), (2) Talang Tuo (Palembang berangka tahun 606 Caka), (3) Prasasti Kota Kapur (Bangka berangka tahun 608 Caka), dan (4) Prasasti Karang Berahi di Jambi yang berangka tahun 614 Caka). Dalam prasasti-prasasti itu tulisan bertuliskan bahasa melayu yang banyak mengandung kata-kata sansekerta.

Setelah mengetahui asal mula bahasa Indonesia yaitu berasal dari bahasa Melayu, sekarang yang jadi pertanyaan adalah mengapa bahasa Melayu yang diambil sebagai bahasa dasar dari bahasa Indonesia? Padahal sudah sejak Zaman dahulu wilayah Indonesia terdiri atas banyak sekali suku bangsa yang memiliki bahasa sendiri-sendiri pula. Selain itu bahasa suku Jawa yang merupakan penutur terbanyak di wilayah Indonesia kenapa tidak dijadikan pilihan sebagai bahasa dasar dari bahasa Indonesia?
Untuk menjawab beberapa ada beberapa alas an yang perlu kita ketahui yaitu:
1. Bahasa melayu sudah merupakan bahasa perhubungan antarpulau (linguafranca)
2. System bahasa melayu sangat sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak mengenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa yang mengenal bahasa jawa ngoko dan karma atau dalam sunda adanya bahasa sunda kasar dan lemes.
3. Bahasa melayu memiliki kesanggupan dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti luas
4. Suku bangsa jawa, sunda dan suku lain dapat menerima


Berbicara tentang sejarah bahasa Indonesia tentunya kita tidak akan lepas dari peristiwa 28 oktober 1988 yaitu sumpah pemuda. Pada tanggal tersebut diikrarkan sebuah kebulatan tekad hasil Konggres Pemuda yang salah satu diantara 3 ikrar tersebut menyebutkan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Keajadian tersebut dianggap sebagai peresmian bahasa Melayu yang telah dipakai sejak abad 7 menjadi Bahasa Indonesia.

Berbicara tentang sejarah perkembangan Bahasa Indonesia, kita tidak bisa lepas dari sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan, mulai dari jaman Kerajaan Sriwijaya sampai sekarang ini, khususnya Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 merupakan titik tolakperkembangan bahasa Indonesia.sebelum sumpah pemuda
1.1 Zaman KerajaanPada abad VII sampai dengan abad XII, Kerajaan Sriwijaya menguasai perpolitikan dan ilmu pengetahuan di Asia Tenggara dengan adanya Perguruan Tinggi Agama Budha. Perguruan tinggi tersebut mempunyai bahasa pengantar dalam kuliah yakni bahasa Melayu. Buktinya, di Palembang, Jambi dan Bangka, ditemukan batu bersurat (piagam) bertanggal tahun Syaka 604, 605,608 (kira-kira sesuai dengan tahun 682,683,686 Masehi) yang menggunakan bahasa Melayu tertua.Kemudian Kerajaan Malaka muncul pada abad ke-XV setelah Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Pada masa itu bahasa Melayu mengalami kemajuan yang pesat, terutama dengan masuknya agama Islam yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Pada zaman itu mulai berkembang sastra tulis, seperti: Hikayat Muhammad Ali Hanafiah, Hikayat Amir Hamzah, dan Hikayat Iskandar Zulkarnaen. Waktu itu, bahasa Melayu yang digunakan dibedakan atas 3 bagian, yaitu :
A. Bahasa Melayu Pasar, yang dipakai di bidang perdagangan;
B Bahasa Melayu Tinggi (Riau) dipakai dalam administrasi pemerintahan, kantor dan sekolah;
C. Bahasa Melayu Dialek yang muncul di daerah tertentu, misalnya bahasa Melayu Dialek Ambon, bahasa Melayu Dialek Jakarta dan bahasa Melayu Diatek Medan.
Pada Tahun 1511, Kerajaan Malaka ditaklukkan Portugis. Semua Sastra Melayu habis terbakar akibat penyerbuan besar-besaran yang dilakukan bangsa Portugis. Pada tahun 1824, Perjanjian London ditandatangani. Perjanjian ini membuat Malaysia yang sekarang, Singapura dan Indonesia terpisah. Semenjak itu aktivitas bahasa terbagi dua, yaitu pertama, bahasa Melayu Singapura dan Malaysia berkembang sesuai dengan kondisi di bawah penjajahan Inggris.
1.2 Zaman Kolonial (Penjajahan) BelandaPada zaman ini bahasa Melayu Indonesia berkembang sesuai dengan kondisi di bawah penjajahan Belanda. Ch. A. Van Ophuysen menyusun ejaan resmi bahasa Melayu pada tahun 1901. Hal ini semakin memantapkan kedudukan bahasa Melayu. Sebelumnya Gubernur Belanda telah menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah “Bumiputera”. Selanjutnya pemerintah Belanda mendirikan Taman Bacaan Rakyat pada tahun 1908, yang kemudian diubah menjadi Balai Pustaka pada tahun 1917.Pada tanggal 25 Juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberi kebebasan kepada anggota Dewan Rakyat (Volkstrad) menggunakan bahasa Melayu dalam perundingan. Ketetapan ini merupakan reaksi Kerajaan Belanda atas gagasan yang dicetuskan anggota-anggota Dewan Rakyat bangsa Indonesia yang didorong oleh hasrat untuk memperjuangkan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
1.3 Zaman Pergerakan KemerdekaanPerjuangan partai politik mempunyai peranan yang besar. Karena sebagian besar partai politik menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) dalam rapat-rapat, dan dalam tulisan-tulisan. Partai politik yang ada waktu itu seperti, Budi Oetomo (1922), Partai Hindia (1912), Serikat Islam (1913). Ada juga Perhimpunan-Perhimpunan Pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, yang kemudian bersatu dalam Indonesia Muda. Mereka Inilah yang mencetuskan Sumpah Pemuda.Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 mengumandangkan ke seluruh Tanah Air bahkan ke seluruh dunia bahwa Indonesia: Berbangsa Satu yaitu Bangsa Indonesia, Bertanah Air Satu yaitu Tanah Air Indonesia dan yang ketiga (terpenting) Menjungjung Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Butir ketiga, merupakan suatu karunia ilahi yang telah mengilhami putra-putri Indonesia untuk bersatu. Setiap orang Indonesia menyadari bahwa bahasa Indonesia telah berjasa mempercepat persatuan bangsa. Kini bangsa Indonesia telah memiliki bahasa kebangsaan, bahasa kesatuan dan bahasa yang dapat mempersatukan kehendak dan perasaan.Prof Dr. A Teeuw menyebutnya sebagai “pembaptisan” bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Secara psikologis, peristiwa ini membuat rasa persatuan dan kesatuan semakin erat. Semua suku merasa mempunyai satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Sebagai realisasi dari Sumpah Pemuda ini, muncullah surat kabar dan majalah. Kemudian media massa ini sangat berperan besar dalam pembentukan dan perkembangan bahasa Indonesia.sesudah sumpah pemuda.Pada tahun 1933 resmi berdiri suatu angkatan sastrawan yang menamakan dirinya Pujangga Baru. Nama ini diambil dari nama majalah sastra dan kebudayaan waktu itu yakni, Pujangga Baru. Pada masa itu dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia yang sebenarnya telah mulai dari bahasa Melayu Balai Pustaka yang masih khas Minangkabau berkembang menjadi bahasa modren yakni bahasa Indonesia. Masyarakat pun semakin mengenal dan secara tidak langsung mereka belajar dari surat kabar yang banyak bermunculan. Tokoh yang paling berperan, yaitu, S. Takdir Alisyahbana. Dia banyak mengarang buku dan pernah menulis artikel tentang jurnalistik Melayu Tionghoa dalam majalah Pujangga Baru.
1.4 Zaman Penjajahan JepangMasa penjajahan Jepang merupakan masa penting. Bahasa Indonesia menjadi bahasa utama karena bahasa Belanda (bahasa musuh) tak boleh lagi dipergunakan dalam percakapan sehari-hari dan urusan-urusan remi. Sementara itu bahasa Jepang belum dikuasai. Maka satu-satunya alat komunikasi adalah bahasa Indonesia.Di sisi lain perkembangan bahasa Indonesia menjadi tak teratur. Sebagian kaum terpelajar tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik karena belum pernah mempelajari bahasa Indonesia secara baik, teratur dan sungguh-sungguh. Mereka lebih menguasai bahasa Belanda. Itulah sebabnya bahasa Indonesia banyak dipengaruhi bahasa Belanda.
1.5 Zaman KemerdekaanKetika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, mulailah suatu masa yang sangat penting. UUD-RI 1945, bab XV, pasal 36 berisi : Bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Pengesahan dalam Undang-Undang Dasar ini menjadikan bahasa Indonesia memperoleh kedudukan secara hukum dan lebih pasti. Dunia mengetahui bahwa bangsa Indonesia yang baru merdeka itu mempunyai bahasa sendiri. Kedudukan bahasa Indonesia mendapat kepastian sebagai bahasa nasional, bahasa kesatuan, bahasa resmi dan bahasa negara.Sastrawan-sastrawan muda yang sejak tahun 1942 sudah muncul, terkenal dengan nama “Angkatan ‘45”. Bahasa yang dipergunakan mereka bukan lagi bahasa Balai Pustaka, juga bukan bahasa Pujangga Baru, melainkan bahasa Indonesia yang berkembang dengan corak baru. Kekhasan bahasa yang dipakai waktu itu, lebih bebas dalam memilih kata maupun kalimat, kaya dengan ungkapan-ungkapan, dan perbandingannya tidak berbau klise lagi.Pada tahun 1950, bahasa Indonesia memasuki periode baru, dan semakin terus-menerus dibina dan dikembangkan. Kedudukan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu, bahasa seni, bahasa politik, bahasa hukum dan bahasa ekonomi. Selanjutnya, pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia menetapkan pemakaian ejaan baru. Pemerintah juga melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengubah Lembaga Bahasa Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tanggal 1 Pebruari 1975. Berbagai usaha dilakukan lembaga ini untuk mengembangkan bahasa Indonesia. Penelitian-penelitian, penataran, penyuluhan, seminar dan konferensi-konferensi digalakkan. Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) juga berperan dalam pembinaan bahasa Indonesia melalui program-program siaranya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar